Minggu, 01 Maret 2009

CONTEK-ISME; SEBUAH SINDROME DUNIA PENDIDIKAN

Berusaha dalam menciptakan prestasi dari hasil sendiri lebih tinggi penghargaannya dari pada meniru hasil pekerjaan orang lain. Kita mungkin tidak akan asing mendengar istilah "Nyontek" dari masa kemasa. Kenapa demikian? Nyontek adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam mencontoh hasil pekerjaan orang lain dikarenakan beberapa faktor. Pertama, tidak belajar dengan baik dan teratur. Kedua, tidak faham materi. Ketiga, karena kemampuan IQnya. Keempat, pasif jika diterangkan oleh pengajar. Kelima, lingkungan keluarga yang kurang perhatian.
Seringkali para pecontek tidak berpikir bahwa apa yang dilakukannya akan menjerumuskan dirinya menjadi tidak percaya diri, padahal jika mau digali kemampuannya bisa saja lebih dari orang yang diconteknya. Karena esensinya manusia mempunyai potensi yang begitu besar dalam dirinya. Namun, ternyata nyontek sudah menjadi budaya yang mengakar dikalangan pelajar maupun mahasiswa.
Kebiasaan nyontek tidak lagi menjadi suatu yang memalukan, melainkan menjadi suatu kebanggaan dengan pemikiran “yang penting hasilnya bagus”. Nah, apa yang dilakukan oleh kaum pelajar maupun mahasiswa menjadi suatu gambaran betapa menyedihkannya potret dunia pendidikan kita saat ini, dihuni oleh orang-orang pemalas yang tidak mau berusaha untuk lebih menggali kemampuan di dalam dirinya.
Jika musimnya ujian, orang sibuk mempersiapkan diri dengan belajar untuk mereview kembali materi apa yang telah dipelajari sebelumnya, lain lagi bagi contek-isme, malah dengan PDnya mempersiapkan contekan atau ingin duduk dekat teman atau rekannya yang pintar dengan iming-iming imbalan yang ditawarkan.
Penyakit bagi pecontek intinya adalah penyakit malas dan lebih suka yang sudah instan tanpa berusaha. Pecontek itu bukannya tidak bisa atau bodoh, akan tetapi lebih ingin menikmati kesenangan ketimbang belajar. Lihatlah di sekitar lingkungan pelajar atau mahasiswa, mereka lebih banyak agenda nongkrongnya dari pada tugas utamanya yaitu back to study and study.
Bagaimana dengan posisi pengajar dalam hal ini? Yang pasti para pecontek sejati harus diajak dialog secara persuasif dan dibimbing dengan baik. Biar bagaimnapun keberhasilan prestasi anak didik salah satunya tidak lepas dari peranan para pendidik. Memang tidak mudah akan tetapi justru itu merupakan tantangan di kalangan pendidik, bagaimana anak didiknya mampu mandiri dan dapat mengasah potensi di dalam dirinya.
Bisa dibayangkan bagi kita semua, bagaimana nasib para pelajar atau mahasiswa jika kebiasaan nyontek diberantas atau diperbaiki sehingga budaya nyontek akan terkikis habis, maka akan terasa indah bahwa yang muncul adalah orang-orang yang memiliki jiwa prestasi sejati. Jika anak didiknya berhasil masa depannya itulah hasil dari gemblengan dan binaan para pendidik sebagai figur yang menjembatani anak didik untuk mencapai kesuksesan.
Proses perubahan bagi pecontek memang memerlukan waktu yang tidak sedikit atau butuh kesabaran yang tinggi. Masalahnya di sini yang diketuk adalah hati dan pikirannya untuk berubah, paling tidak upaya lain adalah memberikan kelas review dan bekerjasama dengan orang tua untuk sering dialog dengan anaknya bagaimana pelajaran yang diikuti bisa dipahami atau tidak. Jika seperti ini dilakukan, mereka (pencontek) akan merasakan perhatian dan penghargaan baik dari orang tua maupun pendidik di sekolah atau kampus sehingga akan tumbuh motivasi dan percaya diri yang tinggi.
Jangan sebaliknya, kalo ada nilai yang jelek orang tua tidak perlu marah tetapi ajak dialog agar komunikasi dapat berjalan dan orang tua tahu kesulitan bagi anaknya dan mudah untuk memberikan solusinya. Di sekolah pun demikian, para pengajar tidak perlu marah atau kesal dan mudah mengambil kesimpulan atau menjudge anak didiknya bodoh tetapi harus dimotivasi supaya anak didik tidak akan melakukan nyontek lagi. Jika perlu, diadakan penyuluhan bagi para anak didik tentang bahayanya nyontek.
Bagi kalangan pelajar yang rajin untuk belajar lebih bijak membantu teman-tamannya yang suka nyontek dengan diadakan belajar kelompok untuk diajari pelajaran yang kurang difahami atau dimengerti, sehingga teman-temanya akan terbiasa usaha sendiri daripada nyontek. Jangan sampai mereka yang rajin dan pintar menganggap teman-temanya yang suka nyontek adalah pemalas dan bodoh. Apabila mereka yang contek-isme ini dapat berubah berkat dorongan dan motivasi mereka yang rajin maka ini adalah dinamika keharmonisan pendidikan yang memang memiliki nilai Tut Wuri Handayani.
Ingat! Pepatah yang sering kita dengar "Rajin Pangkal Pandai" dan jangan mau menjadi orang yang merugi hanya gara-gara malas apalagi nyontek. Ingat masa depan masih panjang dan masih banyak untuk merubah dan mengukir prestasi yang membanggakan. Wallahu a’lam

*Penulis adalah
Mahasiswa Tafsir Hadis STIK Annuqayah

About This Blog

Translatro

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Widget by : Blog tutorial

About This Blog

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP