Sabtu, 18 April 2009

PESANTREN SEBAGAI COMPLEMENT FORMAL EDUCATION

Oleh: Fahmi*

Perlu diakui bahwa tidak semua pondok pesantren telah terselenggara dengan baik, sebagaimana hal itu juga terjadi bahwa belum semua lembaga pendidikan formal berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi, akhir-akhir ini semakin diakui bahwa ternyata pesantren menyimpan kekuatan yang justru tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan formal. Hubungan kyai dan santri yang terbangun secara kokoh, sehingga peran kyai tidak sebatas sebagai pengajar, melainkan juga sebagai pamong, pembimbing, pengasuh, pendidik dan bahkan menjadikan santri sebagaimana layaknya anak mereka sendiri, adalah suasana yang patut dikembangkan dalam proses pendidikan di mana saja termasuk di lembaga pendidikan formal. Hubungan-hubungan formal dan bahkan transaksional tidak terjadi di pondok pesantren. Kyai dan santri dengan berada di satu tempat dilengkapi dengan masjid, perpustakaan serta sarana lainnya, maka nilai-nilai pendidikan yang sesungguhnya lebih memungkinkan diimplementasikan.
Lebih dari itu, banyak aspek keberhasilan pendidikan justru diraih oleh pesantren dan tidak demikian oleh sekolah umum. Sekadar sebagai contoh, tidak sedikit perguruan tinggi yang masih gagal mengembangkan kemampuan berbahasa asing,--Arab dan Inggris, tetapi ternyata pesantren seperti Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Al-Amien Perinduan Sumenep Madura, yang berada di pedesaan, ternyata berhasil. Terasa ironis justru pendidikan umum dan bahkan termasuk banyak perguruan tinggi di kota besar masih belum berhasil mengejar kemajuan beberapa pondok pesantren tersebut. Selain itu alumni pondok pesantren tidak sedikit yang mampu melakukan kepemimpinan, apalagi dalam kehidupan agama di masyarakat, sekalipun mereka tanpa gelar sarjana. Sementara, alumni perguruan tinggi yang telah terlanjur dibekali gelar berpanjang-panjang, ternyata jangankan mencarikan pekerjaan untuk orang lain, sementara untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri saja masih banyak yang kebingungan.
Melihat kelebihan tradisi pesantren tersebut, tidak sedikit sekarang ini lembaga pendidikan formal diformat menjadi sebuah sintesa antara pendidikan umum dan pesantren dan bahkan Prof. A.Malik Fadjar, M.Sc mantan Menteri Agama dan Mendiknas pernah menulis buku tentang Sintesa Perguruan Tinggi dan Pesantren sebagai Upaya Menghadirkan Lembaga Pendidikan Alternatif. Tidak kurang dari itu, ide tersebut telah diimplementasikan di berbagai Universitas di Indonesia. Salah satu contoh, UIN Malang, sejak sepuluh tahun yang lalu memformat lembaga pendidikan Islam dengan bentuk sintesa antara pesantren dan universitas. Pada tahun pertama dan kedua----untuk sementara, menyesuaikan fasilitas yang tersedia, Universitas ini mewajibkan seluruh mahasiswa baru bertempat tinggal di Ma’had Al Aly Sunan Ampel. Setelah program ini bejalan kurang lebih sepuluh tahun, ternyata membawa hasil. Jika sebelumnya banyak dikeluhkan tentang lemahnya mahasiswa dalam berbahasa Arab dan Inggris, ternyata dengan menghadirkan tradisi pesantren di kampus, kelemahan itu sudah sedikit banyak dapat diatasi. Demikian juga dengan mereka bertempat tinggal di Ma’had, tradisi keagamaan dapat dibina lebih intensif, misalnya membiasakan mahasiswa sholat berjama’ah pada setiap sholat lima waktu, membaca al-Qur’an dan lain-lain. Selain itu, hubungan dosen dan mahasiswa, sekalipun tidak persis, sudah terhindar dari nuansa transaksional dan formal. Akhir-akhir ini dengan adanya pesantren kampus itu muncul gejala, mulai muncul fenomena baru yaitu misalnya kegiatan menghafal al-Qur’an. Tidak sedikit mahasiswa dari jurusan umum--fisika, kimia, biologi, matematika, teknik, ekonomi yang mengikuti kegiatan ini. Rupanya format pendidikan seperti ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dan karena itulah akhir-akhir ini, menurut beberapa informasi, akan dikembangkan oleh beberapa perguruan tinggi Islam lainnya.
Melihat kenyataan-kenyataan seperti itu, maka dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk, dan berada di tengah-tengah perubahan yang sedemikian cepat, perlu dicarikan alternatif-alternatif sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman. Saya melihat persoalan serius penyelenggaraan pendidikan ini bukan terletak pada siapa penyelenggara dan apa bentuknya, akan tetapi pada komitmennya terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas hasilnya. Akhir-akhir ini telah terdapat pondok pesantren, yang disebut tradisional itu ternyata telah masuk kategori modern dan sebaliknya muncul lembaga pendidikan yang disebut modern padahal sejatinya sangat terbelakang, dalam pengertian tidak menyesuaikan dengan zamannya. Lembaga yang disebutkan terakhir mengabaikan kualitas dan bahkan menyelenggarakan program yang amat jauh dari tuntutan persyaratan minimal, penyelenggaraannya sekadar bersifat formalitas yang kegiatannya tidak lebih membagi-bagi ijazah secara mudah, tanpa melawati proses yang sewajarnya. Karena itu, kata kunci dalam memperbaiki pendidikan adalah bagaimana kita bangun komitmen bersama menjadikan lembaga pendidikan semakin berkualitas secara menyeluruh, baik di lingkungan pendidikan umum maupun juga di pesantren. Rupanya sintesa antara pendidikan umum dan pesantren merupakan satu alternatif untuk mengurangi kelemahan masing-masing, terutama dalam menghadapi tantangan dan penyiapan SDM mendatang. Allahu a’lam.

*Penulis adalah Alumni MA Tahfidh Annuqayah
Tinggal di PP Annuqayah Latee

0 komentar:

About This Blog

Translatro

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Widget by : Blog tutorial

About This Blog

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP